#Sentani : West Papua
#07 Nov 2020
KASUS LAKA LANTAS BERUJUNG PENGANIAYAAN, PENGEROYOKAN DAN PENYISIRAN OKNUM TNI TERHADAP MASYARAKAT SIPIL DI SENTANI, 1 ORANG PEMUDI MENINGGAL DUNIA.
"PANGDAM XVII CENDERAWASI SEGERA PERINTAHKAN TANGKAP DAN ADILI OKNUM ANGGOTA TNI PELAKU TINDAK PIDANA SERTA KOMNAS HAM RI SEGERA INVESTIGASI PELANGGARAN HAK HIDUP"
Tindakan kekerasan yang sewenang-wenang dillakukan oleh aparat Pertahanan Negara (TNI) terhadap masyarakat sipil bukan lagi menjadi hal baru terutama di Papua. Seringkali dengan menggunakan seragam lengkap dan senjata mejadi kekuatan mereka untuk mengintimidasi dan dapat melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil seenaknya, bahkan beberapa kasus yang terjadi menimbulkan korban jiwa.
Rabu, 4 November 2020 bermula dari laka lantas antara Meki Suhinap dan Seorang Anggota TNI yang mengakibatkan motor dari Meki rusak. Negosiasi sempat dilakukan namun karena tidak ada titik temu sehingga sempat ada pengejaran oleh keluarga terhadap tentara tersebut, karena tidak berhasil keluarga Meki kemudian menyita handphone dan motor milik tentara untuk menjadi jaminan agar tentara tersebut dapat mengganti kerusakkan motor milik Meki.
Tidak lama kemudian, sekitar pukul 22.00 WIT sekitar 20 orang tentara anggota Yonif 751 dengan menggunakan pakaian preman membawa samurai, pisau, linggis mendatangi kompleks asrama soloikma, mengunakan kendaraan roda dua dan langsung masuk melakukan penyisiran dari rumah - kerumah, karena takut sebagian besar warga dan anak-anak disekitar asrama lari meninggalkan tempat tingal mereka. penyisiran ini berakhir dengan korban masyarakat sipil sebagai berikut :
1. Nama : Dimisi Balingga (Perempuan)
umur : 19 Tahun
Pekerjaan : Siswi SMK Marturia Sentani
Kondisi : Ditendang pada bagian bawah perut, tidak lama kemudian meninggal dunia.
2. Nama : Pinet Bahabol (laki-laki)
umur : 23 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Fisip UNCEN angkatan 2017
Kondisi : memar pada kedua mata, pelipis robek 4 jahitan, pipi sobek, sobek pada hidung
3. Nama : Edi Kobak (Laki-laki)
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : Pekerja Swasta
Kondisi : Luka pada kepala bagian belakang dan pelipis robek 4 jahitan
4. Nama : Mince Kobak (Perempuan)
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Kondisi : Bibir atas robek.
5. Nama : Esa Bahabol (laki-laki)
umur : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Fisip Uncen angkatan 2017
kondisi : Pelipis sobek, bibir atas dan bawah picah.
6. Nama : Niko Pahabol (laki-laki)
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Pendeta
Kondisi : bibir bagian atas dan bawah sobek 6 jahitan, memar pada pipi sebelah kiri.
Pertanyaannya apakah dengan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan dengan status mereka sebagai aparat TNI ini membuat mereka kebal terhadap hukum?
Pada dasarnya Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum." artinya setiap perbuatan yang melanggar hukum dapat diadili termasuk Anggota TNI yonif 751 yang melakukan Tindakan Pidana.
Berdasarkan amanat UUD 1945 di atas, maka pemberlakuan pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan tetap berlaku bagi anggota TNI yang melakukannya. Dalam kasus penganiayaan ini yang memyebabkan luka berat terhadap 6 Orang dan 1 orang meninggal, sehingga para oknum TNI tersebut dengan jelas dapat dikenakan Pasal 2 dan 3 dimana masing-masing dapat dikenakan Pidana penjara paling lama 5 tahun dan 7 tahun. lebih jauh apabila tindakan penganiayaan tersebut dilakukan secara bersama-sama, maka anggota TNI juga dapat dikenakan Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan. Hanya saja memang dalam proses peradilan terhadap anggota TNI akan melalui peradilan Militer sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa para pelaku dapat di proses melalui peradilan umum apabila tindak pidana tersebut dilakukan diluar tugas mereka, sehingga dapat lebih terbuka dan dipantau oleh masyarakat dalam proses peradilannya.
Dasar hukum di atas sebagai landasan yang menunjukkan bahwa aparat pertahanan negara (Anggota TNI Yonif 751) pun tidak kebal terhadap sanksi hukum dan tetap dapat diproses sebagaimana masyarakat sipil apabila mereka melakukan tindak pidana.
Terlepas dari fakta hukum diatas, mengingat adanya korban jiwa atas nama Dimisi Balingga dalam insiden diatas maka sudah jelas menunjukan bahwa telah terjadi pelanggaran hak hidup sebagai diatur pada pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Atas dasar diatas maka dapat kami simpulkan bahwa ke-20 Personil yonif 751 telah melakukan tindak pidana Penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP dan Tindak pidana Pengeroyokkan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP. Selain itu juga melakukan pelanggaran terhadap hak hidup sebagaimana diatur pada pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Berdasarkan uraian di atas maka kami menegaskan kepada :
1. Pangdam XVII/Cenderawasih untuk bertindak kooperatif agar ke-20 anggota Batalyon Infantri 751/Rider dapat segera diproses dan menindak tegas setiap anggotanya agar tindak bertindak sewenang-wenang diluar tugas pokoknya;
2. POM dan Oditur Militer untuk menindak tegas, segera memproses dan dapat menerapkan pelanggaran tindak pidana tersebut sesuai dengan Pasal 351 dan 170 KUHP;
3. Komnas HAM RI segerah membentuk tim investigasi dan melakukan investigasi atas fakta pelanggaran hak hidup milik Demisi Balingga yang dijamin pada Pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999.
Demikian siaran pers ini dibuat semoga dapat dipergunakan sebagai mana mestinya.
Jayapura, 6 November 2020
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Papua
Emanuel Gobay, S.H., M.H
(Direktur LBH Papua)
Narhub :
082133822588 (Rudolof M.M.L.W.L, S.H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar